Bos Pengusaha Hotel Bali Protes Kenaikan Pajak Hiburan, Ini Alasannya

SHARE  

Wakil Ketua PHRI Bali, Rai Suryawijaya dalam Property Point di CNBC Indonesia. (CNBC Indonesia TV) Foto: Wakil Ketua PHRI Bali, Rai Suryawijaya dalam Property Point di CNBC Indonesia. (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia – Kenaikan tarif pajak hiburan khusus menjadi minimal 40% dan maksimal jadi 75% mendapat pertentangan dunia usaha, termasuk pelaku usaha hotel di Bali. Mereka mengaku kaget dengan hadirnua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) ini.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menyebut pariwisata di Bali baru saja bangkit setelah pandemi. Kenaikan tarif pajak hiburan justru bakal memukul sektor ini yang baru mencoba untuk bangkit.

“Ini sangat mengagetkan dunia usaha di Bali dan di Indonesia. Setelah post pandemi, perkembangan pariwisata Bali dan Indonesia sangat bagus. Target international visit tourism arrival ke Bali 4,5 juta, kita mencapai 5,287 juta orang. Jadi melampaui target 800 ribu orang. Bahkan target 2024 akan dinaikkan mungkin mencapai 6 juta. Makanya kita cukup dikagetkan ketika 2023 recovery dan di 2024 baru penguatan, makanya kita kaget,” katanya dalam Profit CNBC Indonesia, Rabu (24/1/2024).

Baca: Bahlil Tegaskan Pajak Hiburan 40% Mengganggu Iklim Bisnis

Kenaikan tarif pajak itu dikhawatirkan menyebabkan industri pariwisata Indonesia kehilangan daya saing di regional Asean, pasalnya beberapa negara justru tengah meringankan pajak mereka.

“Untung pengusaha tipis paling 20%, ditambah 40% dari gross lho, bukan profit, harga yang kita jual akan menghancurkan dunia usaha. Kita bandingkan negara lain, misalnya Thailand dari 10% pajaknya diturunkan 5%, Malaysia 8% jadi 6%, ada yang membebaskan miras (minuman keras). Itu (kenaikan tarif pajak) sangat berbahaya, destinasi ada di mana-mana, mereka bondong-bondong ke sana,” ujarnya.

Meski banyak destinasi unggulan, namun saat ini pun Indonesia masih tertinggal oleh pariwisata negara tetangga seperti Thailand.

“Thailand bisa 27 juta wisman (wisatawan mancanegara) setahun. Kita 10 juta wisman aja sulit, Bali melampaui target domestik 12 juta,” kata Rai.

Baca: Banyak Negara Berlomba Rayu Turis Asing, Ada Apa?

Pemerintah sendiri menegaskan bakal tetap menerapkan kenaikan pajak hiburan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah kabar soal penerapan tarif pajak hiburan khusus sebesar 40%-75% dibatalkan alias kembali seperti sebelum berlakunya UU HKPD. Hal ini diungkapkannya setelah pertemuan dengan pelaku usaha hiburan yang terdampak kenaikan tarif, di kantornya, Jakarta, Senin (22/1/2024).

Airlangga mengatakan, tarif yang ditetapkan dalam UU HKPD tetap berlaku hingga saat ini, namun bisa dikurangi melalui insentif fiskal di daerah tergantung ketetapan yang diatur oleh pemerintah daerah masing-masing.

“Tetap ke UU HKPD bukan UU 28 (UU PDRD). UU 28 kan sudah diganti dengan UU HKPD,” kata Airlangga.

“Nah itu tetap HKPD yang berlaku, hanya di situ ada Pasal 101 di mana dalam Pasal 101 itu diberikan diskresi kepada kepala daerah untuk https://ujiemisiapel.com/memberikan insentif,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*